Pidato oleh Martin Luther King, Jr.
Pada “Barisan Washington”
Saya senang bergabung dengan kalian
hari ini dalam apa yang akan tercatat pada sejarah sebagai demonstrasi
terbesar demi kebebasan dalam sejarah bangsa kita.
Angka lima tahun lalu seorang pembesar
Amerika dalam bayang simbolisnya kita berdiri hari ini menandai proklamasi
emansipasi. Dekrit yang penting ini adalah sebuah cahaya lentera agung harapan
kepada jutaan budak negro yang terbakar dalam nyala api dalam meremukkan
ketidakadilan. Kedatangannya sebagai fajar kegembiraan untuk mengakhiri malam
panjang penahanan mereka. Akan tetapi 100 tahun kemudian orang-orang Negro
tetap tidak bebas. Seratus tahun kemudian kehidupan orang-orang Negro tetap
pincang oleh belenggu pemisahan dan rantai diskriminasi. Seratus tahun kemudian
orang-orang Negro menghuni pulau kesepian kemiskinan ditengah-tengah samudera
luas kemakmuran materi. Seratus tahun kemudian orang-orang Negro tetap
menderita disudut masyarakat Amerika dan menemukan dirinya dalam pengasingan
tanah mereka sendiri. Sehingga kita datang kesini hari ini untuk mendramatiskan
kondisi yang memalukan.
Dengan sebuah perasaan kita datang ke
ibukota bangsa kita untuk melunasi cek (tanda). Ketika para arsitek republik
kita menulis kata-kata ajaib konstitusi dan deklarasi kemerdekaan, mereka
menandatangani surat perjanjian kepada setiap warga Amerika untuk mewariskan.
Catatan ini adalah sebuah janji bahwa semua manusia-ya, manusia berkulit hitam
sebagaimana manusia berkulit putih-akan dijamin hak-hak kehidupannya yang tidak
dapat dicabut, kemerdekaan, dan pencapaian kebahagiaan. Ini nyata hari ini
bahwa Amerika gagal dalam memenuhi janjinya sejauh ini mengenai perbedaan warna
kulit warganegaranya. Malahan dalam menghormati kewajiban suci ini, Amerika
memberi orang-orang negro upah yang buruk, sebuah upah yang kembali menandai
“dana yang ‘tak berkecukupan”.
Tetapi kita menolak untuk mempercayai bahwa
bank keadilan bangkrut. Kita menolak untuk mempercayai bahwa terdapat ketidakcukupan
dana didalam almari besar peluang bangsa ini. Sehingga kita datang untuk
membayar upah ini, sebuah tanda yang memberi kita pada permintaan kekayaan
kebebasan dan keamanan keadilan.
Kita juga datang ke tempat yang suci
ini untuk mengingatkan Amerika kedaruratan dahsyat sekarang ini. Tidak ada
waktu untuk menggunakan kemewahan kesejukan atau menenangkan obat gradualisme.
Sekarang waktunya untuk membuat nyata janji-janji demokrasi. Sekarang waktunya
untuk bangkit dari gelap dan lembah pengasingan pemisahan kepada jalan yang
disinari keadilan rasial. Sekarang waktunya untuk mengangkat bangsa kita dari
pasir apung ketidakadilan rasial kepada batu padat persaudaraan.
Sekarang waktunya membuat keadilan
realitas untuk semua anak Tuhan. Ini akan menjadi fatal untuk bangsa melupakan
kewaspadaan pada keadaan. Musim panas yang terik ini dari ketidakpuasan hak-hak
orang-orang Negro tidak akan berlalu hingga terdapat musim gugur yang
menyejukkan dari kebebasan dan kesetaraan-1963 bukanlah sebuah akhir melainkan
sebuah permulaan. Sesiapa berharap bahwa orang-orang Negro harus mengubah
haluan tenaga dan kemauan sekarang menjadi muatan akan memiliki kebangkitan
yang kasar bila kembali kepada pekerjaan seperti biasanya.
Tidak akan ada istirahat maupun
kedamaian di Amerika hingga orang-orang negro disokong hak-hak kewarganegaraannya.
Angin puyuh pemberontakan akan berlanjut untuk mengguncangkan pondasi bangsa
hingga hari-hari cerah keadilan muncul.
Dan itulah yang harus saya katakan
kepada orang-orang yang berdiri pada keterbatasan pakaian yang memimpin kepada
istana keadilan. Dalam proses meraih kediaman hak-hak penuh kita, kita tidak
perlu merasa bersalah terhadap perbuatan-perbuatan yang menyalahi. Relakan kita
tidak mencari kepuasan dahaga kebebasan dengan meminum dari cangkir kebenciaan
dan kedengkian.
Kita harus selalu mewadahi pertarungan
kita pada pesawat tinggi martabat dan disiplin. Kita harus tidak mengijinkan
protes-protes kreatif kita menurun kepada kekerasan fisik. Lagi dan lagi kita
harus bangkit kepada ketinggian suci pada pertemuan kekuatan fisik dengan
kekuatan jiwa. Nafsu baru perkelahian yang baik sekali yang telah melanda
komunitas orang-orang Negro tidak harus memimpin kita pada ketidakpercayaan
terhadap semua orang-orang berkulit putih, demi kebanyakan saudara-saudara
kulit putih kita, sebagai pembuktian melalui kehadiran mereka disini hari ini,
telah datang untuk mewujudkan bahwa takdir mereka terikat dengan takdir kita.
Mereka hadir untuk mewujudkan bahwa
garis batas kebebasan mereka tidak dapat dipisahkan dari kebebasan kita. Kita
tidak bisa jalan sendirian. Dan sebagaimana kita berjalan kita harus berikrar
bahwa kita akan selalu berjalan kedepan. Kita tidak bisa kembali berbelok kebelakang.
Terdapat sesiapa yang menanyakan kegemaran hak-hak sipil, “kapan kamu akan
puas?” kita tidak akan merasa puas selama orang-orang Negro sebagai korban dari
jeritan tak terdengarkan dari kebrutalan kebijakan.
Kita tidak akan pernah merasa puas
selama badan kita, terasa berat oleh kepenatan perjalanan, tak bisa mendapatkan
penginapan di motel jalan raya dan hotel-hotel kota.
Kita tidak akan pernah merasa puas
selama dasar mobilitas negro yang berasal dari perkampungan Yahudi sesak di
kota kepada yang lebih besar. Kita tidak akan pernah merasa puas selama
anak-anak kita terlepas dari kedewasaannya dan dirampok martabatnya dengan
tanda yang menegaskan “hanya untuk orang-orang Kulit Putih”.
Kita tidak akan pernah merasa puas
selama orang-orang Negro Missisipi tidak bisa memberikan hak suara dan
orang-orang Negro New York percaya bahwa mereka bukan siapa-siapa untuk
memberikan hak suara.
Tidak, tidak, kita tidak puas, dan tidak
akan merasa puas hingga keadilan mengalir seperti air dan kebajikan seperti
arus yang kuat.
Saya tidak memusingkan bahwa sebagian
dari kalian datang keluar kesini dari cobaan dan kesengsaraan yang luarbiasa.
Sebagian dari kalian baru datang dari sel penjara yang sempit. Sebagian dari
kalian datang dari tempat dimana harapan untuk kebebasan meninggalkan kalian
seperti adonan oleh badai penyiksaan dan jalan sempoyongan oleh angin
kebrutalan kebijakan. Kalian benar-benar telah menjadi veteran penderitaan yang
kreatif.
Lanjutkan untuk bekerja dengan iman
sebagai penderitaan tak terbayarkan sebuah penebusan. Pulang kembali ke
Missisipi, pulang kembali ke Alabama, pulang kembali ke South Carolina, pulang
kembali ke Georgia, pulang kembali ke Louisiana, pulang kembali ke perkampungan
yang miskin dan perkampungan Yahudi di tengah kota bagian utara kita, ketahui
bahwa bagaimanapun juga situasi ini bisa dan akan berubah. Jangan biarkan kita
berkubang pada lembah keputusasaan.
Saya katakan pada kalian hari ini,
temanku, walau, walaupun kita menghadapi kesulitan hari ini dan esok, saya
tetap memiliki sebuah mimpi. Ini adalah sebuah mimpi yang berakar secara
mendalam pada mimpi orang-orang Amerika. Saya memiliki sebuah mimpi bahwa suatu
hari bangsa ini akan bangkit, mengeluarkan arti sebenarnya dari pengucapan
kepercayaan, “Kita menggenggam semua kebenaran ini sebagai bukti pribadi, bahwa
semua manusia diciptakan sama.”
Saya memiliki sebuah mimpi bahwa suatu
hari pada perbukitan merah Georgia putra-putra hamba sahaya dan putra-putra
majikan hamba sahaya akan dapat duduk bersama pada meja persaudaraan. Saya
memiliki sebuah mimpi bahwa suatu hari bahkan negara bagian Missisipi, sebuah
negara bagian memberikan panas terik dengan kepanasan ketidakadilan, memanas
terikkan dengan panas penindasan, akan berubah kepada oasis kebebasan dan
keadilan.
Saya memiliki sebuah mimpi bahwa empat
anak kecil saya akan suatu hari tinggal dalam sebuah bangsa dimana mereka tidak
akan diadili melalui warna kulitnya akan tetapi melalui muatan karakter mereka.
Saya memiliki sebuah mimpi . . . Saya memiliki sebuah mimpi bahwa suatu hari di
Alabama, dengan rasisnya yang ganas, dengan gubernurnya yang memiliki mulut
meneteskan kata-kata penempatan dan penghapusan, suatu hari disana di Alabama
anak-anak laki-laki dan perempuan berkulit hitam akan dapat bergandengan tangan
dengan anak-anak laki-laki dan perempuan berkulit putih sebagai saudara
perempuan dan saudara laki-laki.
Saya memiliki sebuah mimpi hari ini . .
. saya memiliki sebuah mimpi bahwa suatu hari setiap lembah akan memuji-muji,
setiap bukit dan gunung akan menjadi landai. Padang rerumputan yang menjulang
akan menjadi dataran, dan permukaan bergolak akan menjadi rata. Dan keagungan
Tuhan akan menjadi nyata, dan semua raga akan melihatnya bersama. Ini harapan
kita. Ini sebuah keyakinan bahwa saya kembali ke Selatan dengannya. Dengan
keyakinan ini kita akan dapat memegang pada gunung keputusasaan sebuah batu
harapan. Dengan keyakinan ini kita akan dapat mengubah perselisihan tersembunyi
bangsa kita kepada alunan indah persaudaraan. Dengan keyakinan ini kita akan
dapat bekerja bersama, sembahyang bersama, berjuang bersama, dibui bersama, berdiri
demi kebebasan bersama, ketahuilah bahwa kita akan bebas suatu hari nanti.
Ini akan menjadi hari ketika anak-anak
Tuhan akan dapat bernyanyi dengan maksud yang baru, “Negeriku, ini darimu,
tanah manis kemerdekaan, darimu aku bernyanyi. Tanah dimana ayahku meninggal,
tanah kebanggaan orang suci, dari setiap sisi gunung, biarkan kebebasan
bergema.” Dan bila Amerika menjadi bangsa yang besar, ini harus menjadi
kenyataan. Jadi biarkan kebebasan bergema dari puncak bukit yang luar biasa New
Hampshire. Biarkan kebebasan bergema dari gunung perkasa New York, biarkan
kebebasan bergema dari ketinggian pernyataan-pernyataan Pennsylvania. Biarkan
kebebasan bergema dari pegunungan salju Colorado. Biarkan kebebasan bergema
dari lereng-lereng kerikil California.
Tetapi tidak hanya itu. Biarkan
kebebasan bergema dari pegunungan bebatuan Georgia. Biarkan kebebasan bergema
dari pegunungan tinjau Tennessee. Biarkan kebebasan bergema dari setiap bukit
sekepalnya Missisipi, dari setiap sisi gunung. Biarkan kebebasan bergema . . .
Ketika kita menyetujui kebebasan untuk bergema-ketika
kita merelakannya bergema dari setiap kota dan dusun kecil, dari setiap negara
dan setiap kota, kita akan bisa menaikkan kecepatan bahwa hari ketika semua
anak Tuhan, manusia berkulit hitam dan manusia berkulit putih, orang-orang
Yahudi dan yang bukan, penganut Protestan dan penganut Katolik, akan dapat
bergenggaman tangan dan bernyanyi dalam kata-kata spiritual Negro lawas, “Bebas
pada akhirnya, bebas pada akhirnya, Tuhan Yang Maha Perkasa, Kita bebas pada
akhirnya.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar