29 Des 2013

Bolehkah Aku Menyebutnya Alexandria ?



Intro
 
            Tak terasa sudah satu tahun lebih berada di kota Kenangan, Yogyakarta. Kurang banyak hal yang dapat dirasakan kerena keterbatasan yang dialami. Namun disitulah kreativitas mahasiswa seharusnya ditunjukkan mengatasi permasalahan-permasalahan dengan metode yang begitu efisien.

            Akibat keterbatasan tersebut fasilitas-fasilitas yang dapat digunakan juga tak harus muluk-muluk bak punuk merindukan bulan. Toko-toko buku sekitar kota Yogyakarta menjadi tujuan.

Interlude

            Alkisah dahulu kala di negeri para dewa (baca: Yunani) terjadi kekisruhan politik maupun militer. Mulai pertarungan eksternal hingga internal melanda negeri tersebut. Pada tahun 490 SM, Darius I, Penguasa Persia (521 SM), menyerbu Eropa Selatan namun belum sampai ke Yunani hingga ia tewas setelah berita kekalahan pada pertempuran Marathon.

            Penerusnya, Xerxes, mempersiapkan rombongan yang lebih besar untuk meremukkan Yunani melalui Dardanelles (480 SM). Akhirnya kedua imperium berimbang dengan tewasnya Xerxes dan kekalahan bala tentaranya dan dibakarnya kota tua Athena.

            Upaya membangun kembali liga negara-kota Yunani sedikit mengendur ketika terjadi perang Peloponnesia (431 SM-404 SM) antara Athena di satu pihak dengan Sparta dibantu Corinths di pihak lain.

            Baru disekitar awal abad ke 4 SM hadirlah Socrates (bapak Idealis) yang menghidupkan nilai-nilai kritis dan argumen-argumen yang analis menghancurkan ajaran-ajaran kaum Sofis. Ia [Socrates] meneruskan Pericles (466 SM-428 SM) yang mengomandokan kemegahan Yunani.

            Setelah wafatnya Socrates (399 SM), orang muda didikannya, Plato (427 SM-347 SM), segera mengajarkan filsafat di hutan kecil Akademi. “Dia [Plato] adalah orang pertama yang menulis Utopia, yakni rencana mengenai suatu komunitas yang berbeda dari dan lebih baik daripada komunitas yang sudah ada.” (Wells, 1920, hlm. 100)

            “Kritik atas metode-metode berpikir dan metode-metode pemerintahan dilaksanakan setelah kematian Plato, oleh muridnya, Aristoteles, yang mengajar di Lyceum.” (Wells, 1920, hlm. 101). 

Bridge

            Beralih ke negeri seberang di tahun 359 SM, Philip, dari imperium Makedonia hadir membawa pengaruh pemikiran-pemikiran Herodotus yang diterjemahkan Isokrates. Ia berhasil memperluas imperium Makedonia sebelum dibunuh oleh istri pertamanya, Olimpias (ibu Alexander), karena cemburu Philip mengambil istri kedua.

            Alexander secara otomatis menjadi panglima utama penerus imperium Makedonia. Berbekal pemikiran-pemikiran Aristoteles yang secara private mengajarnya, ia berhasil memperluas imperium ke Asia meliputi Persia, Gaza, Alexandria, hingga ke Timur mencakup Babilonia dan India. Tragisnya, imperium yang besar ini seketika lumpuh semenjak wafatnya Alexander ditahun 323 SM akibat pertandingan minum yang menyebabkan ia demam.

Alexandria

            Ptolemy, jenderal Makedonia, kini telah menjadi Fir’aun di kota perdagangan yang didirikan Alexander (Alexandria). “Dia membangun suatu yayasan di Alexandria yang tadinya dibaktikan untuk Muses, Museum Alexandria.” (Wells, 1920, hlm. 107)

            Disini [Alexandria] belajar ilmuwan-ilmuwan terkemuka dunia seperti Eucledius, Eratosthenes, Apollonius, Hipparchus, Hero, Aechimedes, hingga Herophilus. Sejak saat itulah kemegahan Museum dan Perpustakaan Alexandria membangun peradaban baru dunia yang lebih cerah.

Kota Pendidikan

            Kembali ke kota pelajar, Yogyakarta, ditahun  2013-2014 ini dijadikan sebagai model propinsi yang cocok diterapkan untuk pertamakali sistem kurikulum baru Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

            Tidak perlu diragukan kualitas pendidikan negeri ini, tokoh-tokoh nasional hadir pula dari wilayah kesultanan Yogyakarta diantaranya: Ahmad Dahlan, Anies Baswedan, Butet Kertaredjasa, Djaduk Ferianto,  M. Busyro Muqoddas, Sultan Hamengkubuwana IX, Sultan Hamengkubuwana X, W. S. Rendra, dan masih banyak lagi yang mohon maaf tidak dapat saya sebutkan namanya satu-persatu.

Surga Buku

            Tidak lengkap bila label kota pelajar yang dialamatkan pada Daerah Istimewa Yogyakarta kalau tidak tahu apa rahasianya.

            Di 0 km pusat kota tepatnya di Jln. Malioboro terdapat sebuah perpustakaan mini dan di mall Malio terdapat toko buku Gramedia serta toko buku lainnya. Di belakang Jln. Malioboro dapat ditemukan kios-kios buku murah, Shopping Centre, yang sepanjang jalan berjejer rapi memamerkan koleksinya.

            Lebih jauh ke arah Utara, perempatan Jln. Jend. Sudirman - Jln. Solo - Jln. Suroto - Jln. Cik Di Tiro merupakan surga bagi mahasiswa-mahasiswa kutu buku untuk menyelami surga buku di pusat kota yang diantaranya: toko buku Gramedia, toko buku Togamas, kantor penerbit Kompas, Perpustakaan Kota Yogyakarta, dan ada beberapa toko-toko buku serta kantor-kantor penerbit yang saya lupa namanya karena terlalu banyak.

            Di sekitar sana selain asyik menikmati buku seharian ber-modal minimal uang parkir dan maksimal beli sebuah koran terbit harian aku bisa menghabiskan waktu seharian untuk isi otak dan cuci mata (berhubung biasanya yang pergi kesana perempuan-perempuan sebaya yang kelihatannya cerdas dan anak-anak berseragam pulang sekolah hehe).

            Aku juga pernah sesekali ke Jln. Affandi, disana juga ada toko buku Togamas, berhubung sewaktu itu Sudjiwo Tedjo mengisi acara launching buku terbarunya “Lupa Endonesa”.

Alexandrië van Indonesië



            Sebuah kehidupan setahun ini yang dilalui ke tempat-tempat sederhana sekitar kota Yogyakarta mengingatkan sejarah akan Alexandria yang kebetulan bukunya juga dibeli di salah satu toko buku di Jogja. Jadi, Bolehkah aku menyebutnya “Alexandria” ?

bersambung...

Referensi:

Wells, H. G. (2013). A Short History of the World, Sejarah Dunia Singkat. Yogyakarta: Indoliterasi.

Sebuah Souvenir dari: Bakpia Java. (2012). Yogyakarta Tourism Map.
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar