Intro
Tak terasa sudah satu tahun lebih
berada di kota Kenangan, Yogyakarta. Kurang banyak hal yang dapat dirasakan
kerena keterbatasan yang dialami. Namun disitulah kreativitas mahasiswa
seharusnya ditunjukkan mengatasi permasalahan-permasalahan dengan metode yang
begitu efisien.
Akibat keterbatasan tersebut
fasilitas-fasilitas yang dapat digunakan juga tak harus muluk-muluk bak punuk
merindukan bulan. Toko-toko buku sekitar kota Yogyakarta menjadi tujuan.
Interlude
Alkisah dahulu kala di negeri para
dewa (baca: Yunani) terjadi kekisruhan politik maupun militer. Mulai
pertarungan eksternal hingga internal melanda negeri tersebut. Pada tahun 490
SM, Darius I, Penguasa Persia (521 SM), menyerbu Eropa Selatan namun belum
sampai ke Yunani hingga ia tewas setelah berita kekalahan pada pertempuran
Marathon.
Penerusnya, Xerxes, mempersiapkan
rombongan yang lebih besar untuk meremukkan Yunani melalui Dardanelles (480
SM). Akhirnya kedua imperium berimbang dengan tewasnya Xerxes dan kekalahan
bala tentaranya dan dibakarnya kota tua Athena.
Upaya membangun kembali liga
negara-kota Yunani sedikit mengendur ketika terjadi perang Peloponnesia (431
SM-404 SM) antara Athena di satu pihak dengan Sparta dibantu Corinths di pihak
lain.
Baru disekitar awal abad ke 4 SM
hadirlah Socrates (bapak Idealis) yang menghidupkan nilai-nilai kritis dan
argumen-argumen yang analis menghancurkan ajaran-ajaran kaum Sofis. Ia
[Socrates] meneruskan Pericles (466 SM-428 SM) yang mengomandokan kemegahan
Yunani.
Setelah wafatnya Socrates (399 SM),
orang muda didikannya, Plato (427 SM-347 SM), segera mengajarkan filsafat di
hutan kecil Akademi. “Dia [Plato] adalah orang pertama yang menulis Utopia,
yakni rencana mengenai suatu komunitas yang berbeda dari dan lebih baik daripada
komunitas yang sudah ada.” (Wells, 1920, hlm. 100)
“Kritik atas metode-metode berpikir
dan metode-metode pemerintahan dilaksanakan setelah kematian Plato, oleh
muridnya, Aristoteles, yang mengajar di Lyceum.” (Wells, 1920, hlm. 101).
Bridge
Beralih ke negeri seberang di tahun
359 SM, Philip, dari imperium Makedonia hadir membawa pengaruh
pemikiran-pemikiran Herodotus yang diterjemahkan Isokrates. Ia berhasil
memperluas imperium Makedonia sebelum dibunuh oleh istri pertamanya, Olimpias
(ibu Alexander), karena cemburu Philip mengambil istri kedua.
Alexander secara otomatis menjadi
panglima utama penerus imperium Makedonia. Berbekal pemikiran-pemikiran
Aristoteles yang secara private mengajarnya,
ia berhasil memperluas imperium ke Asia meliputi Persia, Gaza, Alexandria, hingga
ke Timur mencakup Babilonia dan India. Tragisnya, imperium yang besar ini
seketika lumpuh semenjak wafatnya Alexander ditahun 323 SM akibat pertandingan
minum yang menyebabkan ia demam.
Alexandria
Ptolemy,
jenderal Makedonia, kini telah menjadi Fir’aun di kota perdagangan yang
didirikan Alexander (Alexandria). “Dia membangun suatu yayasan di Alexandria
yang tadinya dibaktikan untuk Muses, Museum Alexandria.” (Wells, 1920, hlm.
107)
Disini [Alexandria] belajar
ilmuwan-ilmuwan terkemuka dunia seperti Eucledius, Eratosthenes, Apollonius,
Hipparchus, Hero, Aechimedes, hingga Herophilus. Sejak saat itulah kemegahan
Museum dan Perpustakaan Alexandria membangun peradaban baru dunia yang lebih
cerah.
Kota Pendidikan
Kembali
ke kota pelajar, Yogyakarta, ditahun
2013-2014 ini dijadikan sebagai model propinsi yang cocok diterapkan
untuk pertamakali sistem kurikulum baru Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Tidak perlu diragukan kualitas
pendidikan negeri ini, tokoh-tokoh nasional hadir pula dari wilayah kesultanan
Yogyakarta diantaranya: Ahmad Dahlan, Anies Baswedan, Butet Kertaredjasa,
Djaduk Ferianto, M. Busyro Muqoddas,
Sultan Hamengkubuwana IX, Sultan Hamengkubuwana X, W. S. Rendra, dan masih
banyak lagi yang mohon maaf tidak dapat saya sebutkan namanya satu-persatu.
Surga Buku
Tidak lengkap bila label kota
pelajar yang dialamatkan pada Daerah Istimewa Yogyakarta kalau tidak tahu apa
rahasianya.
Di 0 km pusat kota tepatnya di Jln.
Malioboro terdapat sebuah perpustakaan mini dan di mall Malio terdapat toko
buku Gramedia serta toko buku lainnya. Di belakang Jln. Malioboro dapat
ditemukan kios-kios buku murah, Shopping Centre, yang sepanjang jalan berjejer
rapi memamerkan koleksinya.
Lebih jauh ke arah Utara, perempatan
Jln. Jend. Sudirman - Jln. Solo - Jln. Suroto - Jln. Cik Di Tiro merupakan
surga bagi mahasiswa-mahasiswa kutu buku untuk menyelami surga buku di pusat
kota yang diantaranya: toko buku Gramedia, toko buku Togamas, kantor penerbit
Kompas, Perpustakaan Kota Yogyakarta, dan ada beberapa toko-toko buku serta
kantor-kantor penerbit yang saya lupa namanya karena terlalu banyak.
Di sekitar sana selain asyik
menikmati buku seharian ber-modal minimal uang parkir dan maksimal beli sebuah
koran terbit harian aku bisa menghabiskan waktu seharian untuk isi otak dan
cuci mata (berhubung biasanya yang pergi kesana perempuan-perempuan sebaya yang
kelihatannya cerdas dan anak-anak berseragam pulang sekolah hehe).
Aku juga pernah sesekali ke Jln.
Affandi, disana juga ada toko buku Togamas, berhubung sewaktu itu Sudjiwo Tedjo
mengisi acara launching buku
terbarunya “Lupa Endonesa”.
Alexandrië van Indonesië
Sebuah
kehidupan setahun ini yang dilalui ke tempat-tempat sederhana sekitar kota
Yogyakarta mengingatkan sejarah akan Alexandria yang kebetulan bukunya juga
dibeli di salah satu toko buku di Jogja. Jadi, Bolehkah aku menyebutnya “Alexandria” ?
bersambung...
bersambung...
Referensi:
Wells,
H. G. (2013). A Short History of the
World, Sejarah Dunia Singkat. Yogyakarta: Indoliterasi.
Sebuah
Souvenir dari: Bakpia Java. (2012). Yogyakarta
Tourism Map.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar