Seorang
Pangeran ...
Tidak
dapat mematuhi segala sesuatu yang dianggap manusia baik,
agar
dapat mempertahankan negara ia seringkali harus bertindak bertentangan dengan
janjinya, dengan
kebaikannya, dengan rasa kemanusiaannya, dan terhadap keyakinannya.
Dan oleh karena itu,
adalah
perlu ia memiliki pikiran yang siap berbalik dengan sendirinya menurut arah
angin keberuntungan dan kemampuan mengubah permasalahan (politis) membutuhkan
...
Sepanjang hal itu masuk akal,
ia
seharusnya tidak tersesat dari kebaikan,
tetapi
ia seharusnya mengetahui bagaimana menjadi setan ketika kebutuhan memintanya.
(Machiavelli,
1984: 59-60)
Tulisan ini menggambarkan tradisi
kaum realis dalam Hubungan Internasional. Tulisan ini menekankan dikotomi penting
dalam pemikiran kaum realis antara pendekatan klasik dan pendekatan kontemporer
dalam realisme. Kaum realis klasik dan neoklasik menekankan aspek-aspek
normatif dan juga aspek-aspek empiris. Kebanyakan kaum realis kontemporer
memakai analisis ilmiah sosial atas struktur dan prose politik dunia, tetapi
mereka cenderung mengabaikan norma-norma dan nilai-nilai.
Elemen-elemen Dasar Realisme
Ide dan asumsi dasar realisme:
a) Pandangan
pesimis atas sifat manusia.
b) Keyakinan
bahwa HI pada dasarnya konfliktual dan bahwa konflik internasional pada
akhirnya diselesaikan melalui perang.
c) Menjunjung
tinggi nilai-nilai keamanan nasional dan kelangsungan hidup negara.
d) Skeptisme
dasar bahwa terdapat kemajuan dalam politik internasional seperti yang terjadi
dalam kehidupan politik domestik .
Realisme Klasik
a)
Thucydides
Tentang
yang kuat dan yang lemah
Standar
keadilan bergantung pada persamaan kekuatan untuk menolak dan sebenarnya yang
kuat melakukan apa yang dengan kekuatan itu harus dilakukan dan yang lemah
menerima apa yang harus mereka terima ... Ini merupakan aturan yang aman –
berhadapan dengan pihak lain yang sejajar, berperilaku hormat dengan pihak lain
yang lebih tinggi, dan memperlakukan kelemahan yang lain dengan kebijaksanaan.
Pikirkan itu sekali lagi, kemudian, ketika kami mundur dari pertemuan ini, dan
biarkan ini menjadi pernyataan yang harus terngiang dalam benakmu – bahwa kamu
mendiskusikan nasib negaramu, dimana kamu hanya memiliki satu negara, dan bahwa
masa depan-nya, baik atau tidak, tergantung pada satu keputusan yang akan kamu
buat.
(Thucydides, 1972: 400)
b)
Hobbes
Tentang
keadaan alami
Dalam kondisi seperti itu,
tidak ada tempat bagi industri; sebab hasil daripadanya tidak tentu: dan
akibatnya tidak ada budaya dimuka bumi; tidak ada navigasi, ataupun penggunaan
komoditas-komoditas yang mungkin diimpor melalui laut, tidak ada bangunan yang
megah ... Tidak ada seni; tidak ada surat, tidak ada masyarakat; dan yang
paling buruk dari semuanya, ketakutan selamanya, dan bahaya kematian yang
sadis; dan kehidupan manusia yang terpencil, miskin, buruk, brutal, dan
singkat. (Hobbes, 1946: 82)
Realisme Neoklasik
a)
Morgenthau
tentang moralitas politik
Realisme berpendapat bahwa
prinsip-prinsip moral universal tidak dapat dipakai pada tindakan negara-negara
dalam formulasi universal abstraknya, tetapi mereka harus disaring melalui
keadaan waktu dan tempat yang nyata. Individu mungkin mengatakan pada dirinya
sendiri: “fiat justitia, pereat mundus (biarkan keadilan dijalankan meskipun
dunia hancur)”, tetapi negara tidak mempunyai hak mengatakan begitu atas nama
mereka yang memperhatikannya. (Morgenthau, 1985: 12)
Realisme
Neostrategis
a) Schielling
tentang
diplomasi
Diplomasi adalah berunding;
ia berusaha menyelesaikan bahwa, meskipun tidak ideal bagi semua pihak, adalah
lebih baik bagi kedua belah pihak daripada alternatif ... Perundingan tersebut
dapat saja sopan atau kasar, mengkaitkan ancaman dan juga tawaran, menganggap status
quo atau mengabaikan semua hak dan keistimewaan, dan menganggap adanya
ketidakpercayaan daripada kepercayaan. Tetapi ... Pasti terdapat kepentingan
bersama, hanya jika dalam pencegahan perusakan timbal balik, dan suatu
kesadaran kebutuhan membuat kelompok lain menyukai hasil yang dapat diterima
bagi dirinya sendiri. Dengan kekuatan militer yang cukup suatu negara mungkin
tidak perlu berunding. (Schielling, 1980: 168)
tentang
diplomasi dan kekerasan
Kekuatan menyakiti bukanlah
barang baru dalam peperangan, tetapi ... Teknologi modern ... Meningkatkan
pentingnya perang dan ancaman perang, sebagai teknik-teknik mempengaruhi, bukan
penghancuran; bukan kekerasan dan penangkalan, bukan penjajahan dan pertahanan,
bukan perundingan dan maklumat ... Perang tidak lagi kelihatan hanya seperti
unjuk kekuatan. Perang dan diujung perang lebih merupakan unjuk keberanian dan
mengambil resiko, kesakitan dan ketahanan ...
Ancaman perang selalu ada dimana saja sebagai ilmu kemenangan militer.
Sekarang seimbang, jika tidak lebih, cara kekerasan, intimidasi dan penangkalan
... Strategi militer ... Telah menjadi diplomasi kekerasan. (Schielling, 1996:
168-82)
Realisme
strategis intinya memfokuskan perhatian pada pembuatan kebijakan luar negeri.
Ketika para pemimpin negara menghadapi isu-isu mendasar diplomatik dan militer
mereka wajib berpikir secara strategis –yaitu secara instrumental- jika mereka
berharap untuk berhasil.
Realisme
Neoklasik
a) Kenneth Waltz
tentang
pentingnya struktur
Kepentingan para penguasa,
dan kemudian negara, membuat suatu rangkaian tindakan; kebutuhan kebijakan
muncul dari persaingan negara yang diatur; kalkulasi yang berdasarkan pada
kebutuhan-kebutuhan ini dapat menemukan kebijakan-kebijakan yang akan
menjalankan dengan baik kepentingan-kepentingan negara; keberhasilan adalah ujian
terakhir kebijakan itu, keberhasilan didefinisikan sebagai memelihara dan
memperkuat negara ... Hambatan-hambatan struktural menjelaskan mengapa
metode-metode tersebut digunakan berulangkali disamping perbedaan-perbedaan
dalam diri manusia dan negara-negara yang menggunakannya. (Waltz, 1979: 117)
Dua
Kritik terhadap Realisme
•
Tradisi Masyarakat Internasional
merupakan kritik terhadap realisme dalam dua hal. Pertama, ia menganggap
realisme sebagai teori HI satu dimensi yang terlalu sempit fokusnya. Kedua, ia
menyatakan bahwa realisme gagal mencakup perluasan dimana politik internasional
merupakan suatu dialog aliran-aliran dan perspektif-perspektif HI yang berbeda.
• Teori emansipatoris menyatakan bahwa
politik kekuatan sudah usang sebab keamanan sekarang adalah masalah lokal dalam
negara yang tidak terorganisasi dan kadang-kadang gagal, dan pada saat yang
bersamaan merupakan masalah kosmopolitan rakyat dimanapun disamping
kewarganegaraannya. Ia tidak lagi secara eksklusif atau bahkan utamanya suatu
masalah keamanan nasional dan pertahanan nasional.
Daftar Pustaka:
Hobbes, T. (1946). Leviathan. Oxford: Blackwell.
Jackson, Robert dan
Sorensen, Georg. (2009). Pengantar Studi
Hubungan Internasional. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Machiavelli, N. (1984).
The Prince. Trans. P. Bondanella and
M. Musa. New York: Oxford University.
Morgenthau, H. J.
(1985). Politics Among Nations: The
Struggle for Power and Peace, 6th edn. New York: Knopf.
Schielling, T. (1980). The Strategy of Conflict Cambridge, Mass:
Harvard University Press.
(1996). “The
Diplomacy of Violence”, in R. Art and R. Jervis (eds.), International Politics, 4th edn. New
York: Harper Collins, 168-82.
Thucydides.
(1972). History of the Peloponnesian War,
trans. R. Warner. London: Penguin.
Waltz,
K. N. (1979). Theory of International
Poltics. New York: McGraw Hill; Reading: Addison Wesley.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar