30 Des 2013

Sang Pangeran

Seorang Pangeran ...
Tidak dapat mematuhi segala sesuatu yang dianggap manusia baik,
agar dapat mempertahankan negara ia seringkali harus bertindak bertentangan dengan janjinya, dengan kebaikannya, dengan rasa kemanusiaannya, dan terhadap keyakinannya.

Dan oleh karena itu,
adalah perlu ia memiliki pikiran yang siap berbalik dengan sendirinya menurut arah angin keberuntungan dan kemampuan mengubah permasalahan (politis) membutuhkan ...

Sepanjang hal itu masuk akal,
ia seharusnya tidak tersesat dari kebaikan,
tetapi ia seharusnya mengetahui bagaimana menjadi setan ketika kebutuhan memintanya.
(Machiavelli, 1984: 59-60)

            Tulisan ini menggambarkan tradisi kaum realis dalam Hubungan Internasional. Tulisan ini menekankan dikotomi penting dalam pemikiran kaum realis antara pendekatan klasik dan pendekatan kontemporer dalam realisme. Kaum realis klasik dan neoklasik menekankan aspek-aspek normatif dan juga aspek-aspek empiris. Kebanyakan kaum realis kontemporer memakai analisis ilmiah sosial atas struktur dan prose politik dunia, tetapi mereka cenderung mengabaikan norma-norma dan nilai-nilai.

Elemen-elemen Dasar Realisme

Ide dan asumsi dasar realisme:
a)      Pandangan pesimis atas sifat manusia.
b)      Keyakinan bahwa HI pada dasarnya konfliktual dan bahwa konflik internasional pada akhirnya diselesaikan melalui perang.
c)      Menjunjung tinggi nilai-nilai keamanan nasional dan kelangsungan hidup negara.
d)     Skeptisme dasar bahwa terdapat kemajuan dalam politik internasional seperti yang terjadi dalam kehidupan politik domestik .

Realisme Klasik

a)      Thucydides
Tentang yang kuat dan yang lemah
Standar keadilan bergantung pada persamaan kekuatan untuk menolak dan sebenarnya yang kuat melakukan apa yang dengan kekuatan itu harus dilakukan dan yang lemah menerima apa yang harus mereka terima ... Ini merupakan aturan yang aman – berhadapan dengan pihak lain yang sejajar, berperilaku hormat dengan pihak lain yang lebih tinggi, dan memperlakukan kelemahan yang lain dengan kebijaksanaan. Pikirkan itu sekali lagi, kemudian, ketika kami mundur dari pertemuan ini, dan biarkan ini menjadi pernyataan yang harus terngiang dalam benakmu – bahwa kamu mendiskusikan nasib negaramu, dimana kamu hanya memiliki satu negara, dan bahwa masa depan-nya, baik atau tidak, tergantung pada satu keputusan yang akan kamu buat. (Thucydides, 1972: 400)

b)     Hobbes
Tentang keadaan alami
Dalam kondisi seperti itu, tidak ada tempat bagi industri; sebab hasil daripadanya tidak tentu: dan akibatnya tidak ada budaya dimuka bumi; tidak ada navigasi, ataupun penggunaan komoditas-komoditas yang mungkin diimpor melalui laut, tidak ada bangunan yang megah ... Tidak ada seni; tidak ada surat, tidak ada masyarakat; dan yang paling buruk dari semuanya, ketakutan selamanya, dan bahaya kematian yang sadis; dan kehidupan manusia yang terpencil, miskin, buruk, brutal, dan singkat. (Hobbes, 1946: 82)

Realisme Neoklasik
a)      Morgenthau
tentang moralitas politik
Realisme berpendapat bahwa prinsip-prinsip moral universal tidak dapat dipakai pada tindakan negara-negara dalam formulasi universal abstraknya, tetapi mereka harus disaring melalui keadaan waktu dan tempat yang nyata. Individu mungkin mengatakan pada dirinya sendiri: “fiat justitia, pereat mundus (biarkan keadilan dijalankan meskipun dunia hancur)”, tetapi negara tidak mempunyai hak mengatakan begitu atas nama mereka yang memperhatikannya. (Morgenthau, 1985: 12)

Realisme Neostrategis

a)      Schielling
tentang diplomasi
Diplomasi adalah berunding; ia berusaha menyelesaikan bahwa, meskipun tidak ideal bagi semua pihak, adalah lebih baik bagi kedua belah pihak daripada alternatif ... Perundingan tersebut dapat saja sopan atau kasar, mengkaitkan ancaman dan juga tawaran, menganggap status quo atau mengabaikan semua hak dan keistimewaan, dan menganggap adanya ketidakpercayaan daripada kepercayaan. Tetapi ... Pasti terdapat kepentingan bersama, hanya jika dalam pencegahan perusakan timbal balik, dan suatu kesadaran kebutuhan membuat kelompok lain menyukai hasil yang dapat diterima bagi dirinya sendiri. Dengan kekuatan militer yang cukup suatu negara mungkin tidak perlu berunding. (Schielling, 1980: 168)

tentang diplomasi dan kekerasan
Kekuatan menyakiti bukanlah barang baru dalam peperangan, tetapi ... Teknologi modern ... Meningkatkan pentingnya perang dan ancaman perang, sebagai teknik-teknik mempengaruhi, bukan penghancuran; bukan kekerasan dan penangkalan, bukan penjajahan dan pertahanan, bukan perundingan dan maklumat ... Perang tidak lagi kelihatan hanya seperti unjuk kekuatan. Perang dan diujung perang lebih merupakan unjuk keberanian dan mengambil resiko, kesakitan dan ketahanan ...  Ancaman perang selalu ada dimana saja sebagai ilmu kemenangan militer. Sekarang seimbang, jika tidak lebih, cara kekerasan, intimidasi dan penangkalan ... Strategi militer ... Telah menjadi diplomasi kekerasan. (Schielling, 1996: 168-82)

            Realisme strategis intinya memfokuskan perhatian pada pembuatan kebijakan luar negeri. Ketika para pemimpin negara menghadapi isu-isu mendasar diplomatik dan militer mereka wajib berpikir secara strategis –yaitu secara instrumental- jika mereka berharap untuk berhasil. 

Realisme Neoklasik

a)      Kenneth Waltz
tentang pentingnya struktur
Kepentingan para penguasa, dan kemudian negara, membuat suatu rangkaian tindakan; kebutuhan kebijakan muncul dari persaingan negara yang diatur; kalkulasi yang berdasarkan pada kebutuhan-kebutuhan ini dapat menemukan kebijakan-kebijakan yang akan menjalankan dengan baik kepentingan-kepentingan negara; keberhasilan adalah ujian terakhir kebijakan itu, keberhasilan didefinisikan sebagai memelihara dan memperkuat negara ... Hambatan-hambatan struktural menjelaskan mengapa metode-metode tersebut digunakan berulangkali disamping perbedaan-perbedaan dalam diri manusia dan negara-negara yang menggunakannya. (Waltz, 1979: 117)

Dua Kritik terhadap Realisme

         Tradisi Masyarakat Internasional merupakan kritik terhadap realisme dalam dua hal. Pertama, ia menganggap realisme sebagai teori HI satu dimensi yang terlalu sempit fokusnya. Kedua, ia menyatakan bahwa realisme gagal mencakup perluasan dimana politik internasional merupakan suatu dialog aliran-aliran dan perspektif-perspektif  HI yang berbeda.
     Teori emansipatoris menyatakan bahwa politik kekuatan sudah usang sebab keamanan sekarang adalah masalah lokal dalam negara yang tidak terorganisasi dan kadang-kadang gagal, dan pada saat yang bersamaan merupakan masalah kosmopolitan rakyat dimanapun disamping kewarganegaraannya. Ia tidak lagi secara eksklusif atau bahkan utamanya suatu masalah keamanan nasional dan pertahanan nasional.


Daftar Pustaka:

Hobbes, T. (1946). Leviathan. Oxford: Blackwell.

Jackson, Robert dan Sorensen, Georg. (2009). Pengantar Studi Hubungan Internasional. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Machiavelli, N. (1984). The Prince. Trans. P. Bondanella and M. Musa. New York: Oxford University.

Morgenthau, H. J. (1985). Politics Among Nations: The Struggle for Power and Peace, 6th edn. New York: Knopf.

Schielling, T. (1980). The Strategy of Conflict Cambridge, Mass: Harvard University Press.
            (1996). “The Diplomacy of Violence”, in R. Art and R. Jervis (eds.), International Politics, 4th edn. New York: Harper Collins, 168-82.

Thucydides. (1972). History of the Peloponnesian War, trans. R. Warner. London: Penguin.

Waltz, K. N. (1979). Theory of International Poltics. New York: McGraw Hill; Reading: Addison Wesley.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar