2 Jan 2014

Teologi Islam (bagian II)

Lanjutan review buku ‘Teologi Islam’

Analisa dan Perbandingan

Akal dan Wahyu

            Teologi sebagai ilmu ysng membahas soal ketuhanan dan kewajiban-kewajiban manusia terhadap Tuhan, memakai akal dan wahyu dalam memperoleh pengetahuan tentang kedua soal tersebut. Akal, sebagai daya berpikir yang ada dalam diri manusia, berusaha keras untuk sampai kepada diri Tuhan, dan wahyu sebagai pengkhabaran dari alam metafisika turun kepada manusia dengan keterangan-keterangan tentang Tuhan dan kewajiban-kewajiban manusia terhadap Tuhan.

Tuhan

                                        Akal                                                           Wahyu



Manusia

Kaum Mu’tazilah
Tuhan
                                                  MT
                                           KMT
                                        Akal                                                            Wahyu
                                        MBJ
                                           KMBJ
Manusia


Kaum Ary’ariah
                                                                   Tuhan
                                                                                                KMT
                                                                                                        MBJ
                                    Akal                                                           Wahyu
                                    MT                                                             KMBJ

Manusia
Kaum Maturidiah Samarkand
Tuhan
                                                                                                   KMBJ
                                            MBJ
                                       Akal                                                             Wahyu
                                       MT
                                       KMT
Manusia
Kaum Maturidiah Bukhara
Tuhan
                                                                                                    KMT
                                                                                                          KMBJ
                                       Akal                                                             Wahyu
                                       MT
                                                 MBJ
Manusia






Keterangan:
MT: Mengetahui Tuhan
KMT: Kewajiban Mengetahui Tuhan
MBJ: Mengetahui Baik dan Jahat
KMBJ: Kewajiban Mengerjakan yang Baik dan Menjauhi yang Jahat

            Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kaum Mu’tazilah memberikan daya besar kepada akal. Maturidiah Samarkand memberikan daya kurang besar dari Mu’tazilah, tetapi lebih besar daripada Maturidiah Bukhara, dan kaum Asy’ariah memberikan daya yang terkecil kepada akal.

Fungsi Wahyu

            Berdasarkan data sebelumnya maka dapat disimpulkan terhadap fungsi wahyu bahwa wahyu memiliki kedudukan terpenting dalam aliran Asy’ariah dan fungsi terkecil dalam paham Mu’tazilah.

            Oleh karena itu didalam sistem teologi, yang memberikan daya terbesar kepada akal dan fungsi terkecil pada wahyu, manusia dipandang mempunyai kekuasaan dan kemerdekaan. Tetapi dalam sistem teologi yang memberikan daya terkecil kepada akal dan fungsi terbesar kepada wahyu, manusia dipandang lemah dan tidak merdeka.

            Tegasnya, manusia, dalam aliran Mu’tazilah, dipandang berkuasa dan merdeka sedangkan dalam aliran Asy’ariah dipandang lemah dan jauh kurang merdeka. Di dalam aliran Maturidiah manusia mempunyai kedudukan menengah diantara manusia dalam pandangan Mu’tazilah dan manusia dalam pandangan Asy’ariah.

Free Will dan Predestination

Datanya dapat disimpulkan sebagai berikut:
Aliran
Kehendak
Daya
Perbuatan
Mu’tazilah
Manusia
Manusia
Manusia
Maturidiah Samarkand
Manusia
Manusia
Manusia
Maturidiah Bukhara
Tuhan
Tuhan (efektif) Manusia ?
Tuhan (sebenarnya) Manusia (kiasan)
Asy’ariah
Tuhan
Tuhan (efektif) Manusia (tidak efektif)
Tuhan (sebenarnya) Manusia (kiasan)
Jabariah
Tuhan
Tuhan
Tuhan


Kekuasaan dan Kehendak Mutlak Tuhan

            Sebagai akibat dari perbedaan paham yang terdapat dalam aliran-aliran teologi islam mengenai soal kekuatan akal, fungsi wahyu dan kebebasan serta kekuasaan manusia atas kehendak dan perbuatannya, terdapat pula perbedaan paham tentang kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan. Bagi aliran yang berpendapat bahwa akal mempunyai daya besar dan manusia bebas dan berkuasa atas kehendak dan perbuatannya, kehendak dan kekuasaan Tuhan pada hakikatnya tidak lagi bersifat mutlak semutlak-mutlaknya. Bagi aliran yang berpendapat sebaliknya, kekuasaan dan kehendak Tuhan tetap bersifat mutlak.

            Dengan demikian bagi kaum Asy’ariah, Tuhan berkuasa dan berkehendak mutlak, sedangkan bagi kaum Mu’tazilah, kekuasaan dan kehendak Tuhan tidak lagi mempunyai sifat mutlak semutlak-mutlaknya.

            Adapun kaum Maturidi, golongan Bukhara menganut pendapat bahwa Tuhan mempunyai kekuasaan mutlak. Sementara Maturidiah golongan Samarkand, tidaklah sekeras golongan Bukhara dalam mempertahankan kemutlakan kekuasaan Tuhan, tetapi tidak pula memberikan batasan sebanyak batasan yang diberikan Mu’tazilah bagi kekuasaan mutlak Tuhan.

Keadilan Tuhan

            Paham Asy’ariah tentang keadilan bertentangan benar dengan paham yang dibawa kaum Mu’tazilah. Keadilan dalam paham kaum Asy’ariah ialah keadilan Raja Absolut, yang memberi hukuman menurut kehendak mutlaknya, tidak terikat pada suatu kekuasaan, kecuali pada kekuasaannya sendiri. Keadilan paham Mu’tazilah adalah keadilan Raja Konstitusional, yang kekuasaannya dibatasi oleh hukum, sungguhpun hukum itu adalah buatannya sendiri. Ia mengeluarkan hukuman sesuai dengan hukum dan bukan sewenang-wenang.

            Kaum Maturidiah golongan Bukhara mengambil posisi yang lebih dekat kepada posisi kaum Asy’ariah dalam hubungan ini, sedangkan golongan Samarkand mengambil posisi yang lebih dekat kepada kaum Mu’tazilah.

Perbuatan-Perbuatan Tuhan

1. Kewajiban-kewajiban Tuhan terhadap manusia.

            Kaum Mu’tazilah berpendapat bahwa Tuhan mempunyai kewajiban-kewajiban pada manusia. Bagi kaum Asy’ariah, paham Tuhan mempunyai kewajiban tidak dapat diterima, karena hal itu bertentangan dengan paham kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan yang mereka anut.

            Kaum Maturidiah golongan Bukhara sepaham dengan kaum Asy’ariah tentang tentang tidak adanya kewajiban-kewajiban Tuhan. Golongan Samarkand, memberi batasan-batasan kepada kehendak dan kekuasaan mutlak Tuhan dan dengan demikian dapat menerima paham adanya kewajiban-kewajiban bagi Tuhan.

2. Berbuat Baik dan Terbaik (al-salah wa al-aslah)

            Dikenal sebagai paham Mu’tazilah, dan yang dimaksud ialah kewajiban Tuhan berbuat baik bahkan yang terbaik bagi manusia. Bagi kaum Asy’ariah jelas bahwa paham ini tak dapat diterima, karena bertentangan dengan paham kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan.

            Kaum Maturidiah dengan kedua golongannya, juga tidak sepaham dengan kaum Mu’tazilah dalam hal ini.

3. Beban di Luar Kemampuan Manusia

            Kaum Mu’tazilah tak dapat menerima paham bahwa Tuhan dapat memberikan kepada manusia beban yang tak dapat dipikul. Tetapi kaum Asy’ariah menerima paham pemberian beban diluar kemampuan manusia ini.

            Kaum Maturidiah golongan Bukhara menerima pendapat kaum Asy’ariah, sedangkan kaum Maturidiah golongan Samarkand mengambil posisi yang dekat dengan Mu’tazilah.

4. Pengiriman Rasul-rasul

            Kaum Mu’tazilah menilai pengiriman para rasul bersifat tidak begitu penting namun merupakan kewajiban Tuhan untuk mengirimkan para rasul sebagai perbuatan baik-Nya. Kaum Asy’ariah bersamaan pendapat dengan kaum maturidiah golongan Bukhara yang menilai pengiriman rasul-rasul bersifat mungkin karena merupakan kehendak dan kekuasaan Tuhan terhadap manusia entah itu baik atau buruk. Kaum Maturidiah golongan Samarkand memiliki pendapat yang sama mengenai kewajiban Tuhan mengirim para rasul.

5. Janji dan Ancaman

            Menurut paham Mu’tazilah, menepati janji dan menjalankan ancaman adalah wajib bagi Tuhan. Bagi kaum Asy’ariah sebaliknya, Tuhan tidak mempunyai kewajiban menepati janji dan menjalankan ancaman yang tersebut dalam al-Qur’an dan Hadits.

            Kaum Maturidiah golongan Bukhara dalam hal ini tidak seluruhnya sepaham dengan kaum Asy’ariah. Dalam pendapat mereka, seperti dijelaskan al-Bazdawi, tidak mungkin Tuhan melanggar janji-Nya untuk memberi upah kepada orang yang berbuat baik, tetapi sebaliknya bukan tidak mungkin Tuhan membatalkan ancaman untuk memberi hukuman kepada orang yang berbuat jahat. Golongan Samarkand dalam hal ini mempunyai pendapat yang sama dengan kaum Mu’tazilah. Mereka berpendapat upah dan hukuman Tuhan tak boleh tidak mesti terjadi kelak.

Sifat-Sifat Tuhan

1. Sifat Tuhan pada Umumnya

            Pertentangan paham antara kaum Mu’tazilah dengan kaum Asy’ariah dalam masalah ini berkisar sekitar persoalan apakah Tuhan mempunyai sifat atau tidak. Jika Tuhan mempunyai sifat-sifat itu mestilah kekal seperti halnya zat Tuhan. Dan selanjutnya jika sifat-sifat itu kekal, maka yang bersifat kekal bukanlah satu, tetapi banyak.

            Tegasnya, kekalnya sifat-sifat akan membawa kepada paham banyak yang kekal (ta’addud al-qudama’ atau multiplicity of eternals). Dan ini selanjutnya membawa pula kepada paham syirk atau polytheisme. Suatu hal yang tak dapat diterima dalam teologi.

            Seperti telah dibahas dalam bagian pertama, kaum Mu’tazilah mencoba menyelesaikan persoalan ini dengan mengatakan bahwa Tuhan tidak mempunyai sifat. Kaum Asy’ariah membawa penyelesaian yang berlawanan dengan paham Mu’tazilah. Mereka tegas mengatakan bahwa Tuhan mempunyai sifat (tidak membawa kepada paham banyak kekal).

            Kaum Maturidiah golongan Bukhara, karena juga mempertahankan kekuasaan mutlak Tuhan, berpendapat bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat. Golongan Maturidiah Samarkand dalam hal ini kelihatannya tidak sepaham dengan Mu’tazilah, karena al-Maturidi mengatakan bahwa sifat bukanlah Tuhan tetapi pula tidak lain Tuhan.

2. Anthropomorphisme

            Karena Tuhan bersifat immateri, tidaklah dapat dikatakan bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat jasmani. Kaum Mu’tazilah yang berpegang pada kekuatan akal, menganut paham ini. Kaum Asy’ariah juga tidak menerima anthropomorphisme dalam arti bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat jasmani yang sama dengan sifat-sifat jasmani manusia dalam arti ‘Tuhan mempunyai mata dan tangan, yang tak dapat diberikan gambaran atau definisi’.

            Kaum Maturidiah Bukhara dalam hal ini tidak sepaham dengan kaum Asy’ariah. Sedangkan golongan Samarkand sebagai biasanya dalam hal-hal lain, mengambil posisi Mu’tazilah.

3. Melihat Tuhan

            Logika mengatakan bahwa Tuhan, karena bersifat immateri, tak dapat dilihat dengan mata kepala. Dan inilah pendapat kaum Mu’tazilah. Kaum Asy’ariah sebaliknya, berpendapat bahwa Tuhan dapat dilihat oleh manusia dengan mata kepala di akhirat nanti. Kaum Maturidiah dengan kedua golongannya sepaham dalam hal ini dengan kaum Asy’ariah.

4. Sabda Tuhan

            Mengenai sabda Tuhan atau kalam Allah  atau tegasnya al-Qur’an persoalannya dalam teologi ialah: kalau sabda merupakan sifat, sabda mesti kekal, tetapi sebaliknya sabda adala tersusun dan oleh karena itu mesti diciptakan dan tak bisa kekal.

            Kaum Mu’tazilah menyelesaikan persoalan ini dengan mengatakan bahwa sabda bukanlah sifat tetapi perbuatan Tuhan. Dengan demikian al-Qur’an bukanlah bersifat kekal tetapi bersifat baharu dan diciptakan Tuhan. Kaum Asy’ariah berpegang keras bahwa sabda adalah sifat, dan sebagai sifat Tuhan mestilah kekal.

            Kaum Maturidiah dengan kedua golongannya sependapat dengan kaum Asy’ariah bahwa sabda Tuhan atau al-Qur’an adalah kekal.

Konsep Iman

            Dalam aliran-aliran yang berpendapat bahwa akal dapat sampai kepada kewajiban mengetahui Tuhan, iman tidak bisa mempunyai arti pasif. Iman tidak bisa mempunyai arti tasdiq, yaitu menerima apa yang dikatakan atau disampaikan orang benar. Bagi aliran-aliran ini iman mempunyai arti aktif, karena manusia akalnya mesti dapat sampai kepada kewajiban mengetahui Tuhan.

            Oleh karena itu bagi kaum Mu’tazilah iman bukanlah tasdiq. Dan iman dalam arti mengetahui pun belumlah cukup. Sebaliknya, kaum Asy’ariah berpandangan bahwa iman adalah tasdiq.

            Kaum Maturidiah golongan Bukhara mempunyai paham yang sama dalam hal ini dengan kaum Asy’ariah. Bagi golongan Samarkand, iman mestilah lebih dari tasdiq, karena bagi mereka akal dapat sampai kepada kewajiban mengetahui Tuhan.

            Bagaimanapun batasan iman dengan tasdiq hanya dapat sesuai denga aliran Asy’ariah dan aliran Maturidiah golongan Bukhara. Adapun bagi aliran Mu’tazilah dan aliran Maturidiah golongan Samarkand, iman mestilah lebih dari tasdiq, yaitu ma’rifah atau amal.

Bersambung...

Sumber:
Nasution, Harun. (2010). Teologi Islam: Aliran-aliran, Sejarah, Analisa, Perbandingan. Jakarta: UI-Press.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar