6 Jan 2014

Bekasi-Karawang Bekasi



BEKASI DITINGGAL CHAIRIL ANWAR

 
            ... Antok dan Antik. Antok tumbuh menjadi kepala rumah tangga yang tiap hari harus memeras keringat untuk penghidupan keluarganya. Antik mendampingi suaminya dengan sabar. Dari keduanya lahir dua ekor semut muda [anak mereka], yang sudah sekolah di SD.

            Pada suatu siang, datanglah tiga lelaki ke rumah Antok. Antik menerimanya tanpa dugaan jelek. Ketiga tamu langsung membekap kedua anak kecil Antik. Antik sendiri tidak berdaya apa-apa.

            Ketiga lelaki seperti serigala mencabik-cabik pakaian Antik. Antik setengah tak sadar yang dirasakannya adalah hati yang tercabik-cabik. Ketiganya dengan leluasanya memeras keringat yang membasahi daster Antik. Ketika pencabikan berlangsung, dua anak-anak itu menyaksikan setengah tidak mengerti. Setelah hajatnya usai, orang-orang itu berlalu begitu saja. Mereka pergi seperti habis makan di warteg sambil bersiul-siul kecil.

            Ketika Antok datang, Antik hanya melapor dengan tangis. Kedua anaknya melapor dengan mata bengong.

KARAWANG BEKASI

Kami yang kini terbaring antara Karawang-Bekasi
Tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami

Terbayang kami maju dan berdegap hati?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu
Kenang, kenanglah kami

Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum apa-apa
Kami sudah beri kami punya jiwa
Kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti
4-5 ribu jiwa

Kami cuma tulang-belulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Ataukah jiwa kami melayang untuk kemerdekaan,
Kemenangan dan harapan
Atau tidak untuk apa-apa

Kami tidak tahu, kami tidak bisa lagi berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Kenang-kenanglah kami
Menjaga Bung Karno
Menjaga Bung Hatta
Menjaga Bung Sjahrir
Kami sekarang mayat
Berilah kami arti

Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang-kenanglah kami
Yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Karawang-Bekasi



BEKASI-KARAWANG-BEKASI

Bekasi, teruskah kamu menimbun korban.





*Catatan
Pada bagian “Bekasi ditinggal Chairil Anwar” merupakan salin-tempel penuh dari:
Ecip, S. Sinansari. (1997). Pak Amin Kontra Pak Rais. Dalam Ismail, Taufik dkk. (2003). Horison Esai Indonesia: Kitab 2. Jakarta: Majalah Sastra Horison & Kaki Langit bekerjasama dengan The Ford Foundation.
Puisi “Karawang Bekasi” karya Chairil Anwar dalam:
Padi, Editorial. (2013). Kumpulan Super Lengkap Sastra Indonesia. Jakarta: Padi.
Pada bagian akhir yaitu “Bekasi-Karawang-Bekasi” merupakan salin-tempel penuh dari:
Ismail, Op.Cit., hlm. 315.
Kesimpulannya adalah karya diatas merupakan salin-tempel penuh dan hanya dilakukan peng-edit-an dengan penyesuaian kata dan makna.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar