14 Jun 2014

Pemuda dan Demokrasi di Indonesia

courtesy of Korps Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (KOMAHI UMY)

 
















“Seribu orang tua hanya bisa bermimpi, tetapi seorang pemuda dapat mengubah dunia.” Soekarno
  
Kata-kata menggelora dari bapak Bangsa tersebut seolah membakar jiwa dan raga putra-putri Indonesia. Ir. Soekarno pun tercatat sebagai kepala negara termuda di Republik Indonesia ketika pertama kali memimpin negeri ini di usianya yang baru 44 tahun. Terbukti bahwa kata-katanya tidak hanya sebuah omong kosong belaka dengan diwujudkan melalui dirinya terlebih dahulu sebagai seorang pemuda yang berhasil memerdekakan sebuah bangsa hasil fusi suku-bangsa di semenanjung nusantara.

Lalu siapa pemuda itu ? Bagaimana peran pemuda dalam sejarah Negara Kesatuan Republik Indonesia ? Dan apa harapan dan cita-cita pemuda Indonesia untuk negerinya dimasa mendatang ?

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 tahun 2009 Tentang Kepemudaan didalam Bab 1 Pasal 1 disebutkan bahwa Pemuda adalah warga negara Indonesia yang memasuki periode penting pertumbuhan dan perkembangan yang berusia 16 (enam belas) sampai 30 (tiga puluh) tahun.

Sejarah Kepemudaan di Indonesia di awal abad ke-20

Abad ke-20 dapat dikatakan sebagai fondasi awal mewujudkan cita-cita kemerdekaan bangsa dari penjajahan asing selama ratusan tahun. Dr. Soetomo sebagai pelopor gerakan kaum intelektual muda mendirikan organisasi Boedi Oetomo pada 20 Mei 1908.

Berdirinya organisasi itu menjadi inspirasi bagi pemuda-pemuda lainnya mendirikan organisasi serupa berbasis nasionalis-agamis semisal Tri Koro Darmo, Sarekat Islam, Muhammadiyah, Indische Partij, Perhimpinan Indonesia, Partai Nasional Indonesia dan lain sebagainya.

Puncaknya, pada 28 Oktober 1928 Kongres Indonesia Muda II yang diketuai oleh Muhammad Yamin berhasil merumuskan sumpah yang tiga dan putusan yang tiga pula atau kita kenal sebagai sumpah pemuda dan dinyanyikannya lagu kebangsaan Indonesia Raya ciptaan W. R. Soepratman untuk pertama kalinya.

Peran pemuda dalam kemerdekaan negara Republik Indonesia

Detik-detik proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, Chaerul Saleh, Sukarni, dan Wikana yang memimpin golongan muda terpaksa mengasingkan dua calon proklamator agar tidak dipengaruhi Jepang yang berusaha mengulur-ulur kemerdekaan Indonesia.
  
Dini hari pada 17 Agustus 1945 di kediaman Laksamana Muda Maeda, Ir. Soekarno-Dr. Mohammad Hatta memimpin perumusan proklamasi kemerdekaan negara Republik Indonesia yang kemudian dibacakan atas nama bangsa Indonesia di kediaman bung Karno di Jl. Pegangsaan Timur No. 56, jakarta pada pukul 10.00 WIB. Sejak hari itulah lahir sebuah negara-bangsa Republik Indonesia.

Pemuda dalam tiga masa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Masa Orde Lama

Keadaan politik dalam negeri yang tak kunjung stabil ditambah kondisi perekonomian yang semakin runyam, Ir. Soekarno terpaksa melaksanakan tugas kepresidenannya sendiri tanpa petunjuk UUD dengan melaksanakan Demokrasi Terpimpin, membubarkan DPR, mengenalkan politik Mercusuar hingga mengadakan Konferensi Asia-Afrika.

Hasilnya cukup tragis, yaitu dengan pengunduran diri Dr. Mohammad Hatta selaku wakil presiden, mengucilkan Sutan Sjahrir dan kawan-kawan seperjuangannya dahulu dari dunia perpolitikan, dan mirisnya hingga memenjarakan tokoh-tokoh pemuda seperti Hamka, Takdir Alisjahbana, dan kawan-kawannya yang menandatangani manifesto kebudayaan.

Di masa ini peran pemuda terkukung oleh ke-otoritatian presiden Soekarno selaku kepala negara, kepala pemerintahan, dan panglima tertinggi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.

Masa Orde Baru

Tidak banyak berbeda dengan masa sebelumnya, di masa the smiling general memimpin kegiatan pemuda dibatasi dan diawasi oleh pusat dengan komando dari sang presiden. Sehingga partai politik sebagai wadah aspirasi rakyat, khususnya pemuda, direduksi sampai tersisa tiga partai saja.

Di masa orde baru ini pula aktivis-aktivis kontra Soeharto dihabisi dan dihilangkan tanpa meninggalkan jejak.

Masa Reformasi-Sekarang

Kebangkitan pemuda kembali hadir akibat ketidakpuasan akan kediktatoran presiden Soeharto yang kurang lebih berkuasa selama 32 tahun ditambah kasus pelanggaran HAM yang tidak terhitung dan kondisi melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika sehingga menjadikan perekonomian Indonesia terpuruk.

Amien Rais memimpin barisan pemuda dan mahasiswa menggulingkan pemerintahan Soeharto yang ditandai dengan pendudukan gedung DPR/MPR pada tanggal 18 Mei 1998. Hasilnya, tiga hari berselang presiden kedua Republik Indonesia itu bersedia mengundurkan diri dari jabatannya.

Sejak saat itu hingga hari ini yang kita sama-sama rasakan adalah semakin terbukanya arus teknologi, informasi, dan komunikasi yang memudahkan setiap penggunanya berinteraksi dan berserikat tanpa perlu lagi taku diberendel pemerintah.

Dan untuk pertama kalinya di tahun 2004 pemilihan umum presiden dan wakil presiden berlangsung secara demokratis yang melibatkan seluruh warga negara Indonesia yang memiliki hak suaranya.

Pemuda dan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia 2014-2019
  
Melihat Data Komisi Pemilihan Umum (KPU) baru-baru ini, jumlah pemilih pemula Pemilu 2014 yang berusia 17 sampai 20 tahun sekitar 14 juta orang. Sedangkan yang berusia 20 sampai 30 tahun sekitar 45,6 juta jiwa. Itu artinya bahwa pemilih pemuda mencapai angka 40 persen dari total pemilih keseluruhan.

Dapat dibayangkan bagaimana peran sentral pemilih pemula dalam berjalannya demokrasi di Indonesia atau malah sebagai kegagalan demokrasi akibat tak acuhnya golongan pemula menggunakan hak suaranya.
           
Setelah berhasil melewati pemilihan calon legislatif yang lalu dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan sebagai pemenang diikuti Partai Golongan Karya dan Partai Gerakan Indonesia Raya. Dan calon presiden dan calon wakil presiden mengerucut menjadi hanya dua pasangan.

Prabowo-Hatta mendapat nomor undian nomor satu sementara Jokowi-Jusuf  Kalla mengikuti setelahnya. Dari sini muncul sebuah tantangan bagi pemilih pemula, yaitu siapa yang harus dipilih dan apa konsekuensinya bagi mereka dan masa depan pemuda di Indonesia.

Pemilih pemula yang belum berpengalaman berpolitik harus pintar-pintar memaksimalkan arus media informasi untuk mendapatkan bagaimana rekam jejak dua pasang calon pemimpin negara, yaitu dengan memilih berita-berita yang memuat informasi berimbang tanpa menyudutkan salah satu pasangan lainnya.

Dari sana pemuda dapat menyimpulkan bagaimana perbandingan prestasi dan pengalaman dari kedua pasangan tersebut sehingga di hari pemilihan nanti tidak ragu menentukan pilihan dan tidak perlu menyia-nyiakan hak suaranya.

Selanjutnya adalah mengetahui visi-misi yang disampaikan kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden dengan seksama.

Hal ini tergolong mudah bagi pemuda yang berprofesi sebagai akademisi, namun sebaliknya bagi kalangan non-akademisi. Oleh sebab itulah peran aktif mahasiswa mensosialisasikan dan menerangkan kepada teman-teman sebayanya yang kurang paham dibanding dirinya sangat penting dalam mengawal demokrasi di Indonesia agar tidak dimasuki oleh kegiatan-kegiatan black campaign, negative campaign, dan money politics oleh pihak yang tidak bertanggungjawab.

Pertimbangan berikutnya dan merupakan yang paling utama bagi para pemilih pemula adalah mengkritisi program kedua calon pasangan yang pro terhadap kalangan pemuda dan para pemilih pemula.

Sebab, program pemerintahan yang nantinya akan dilaksanakan menuntut kepedulian lebih terhadap pendidikan, pertumbuhan, dan perkembangan kepemudaan Indonesia. Sehingga nantinya tercapai cita-cita Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang tertuang dalam pembukaan, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa yang mencerminkan keunggulan pemuda-pelajar dalam bersaing dengan pemuda-pemudi lain dari bangsa-bangsa lain di dunia internasional.

Pemuda masa kini adalah pemimpin di masa mendatang

Pesta Demokrasi kali ini juga merupakan pembelajaran bagi kalangan pemula untuk terlibat lebih jauh dalam perpolitikan dalam negeri di kemudian hari. Seperti kata Ali bin Abi Thalib, “Pemuda masa kini adalah pemimpin di masa mendatang.”

Sehingga kemudian Indonesia pun kembali merasakan kehadiran sosok-sosok pemuda seperti Ir. Soekarno, Dr. Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir, Prof. Amien Rais, Prof. Dr. B. J. Habibie, Anies Baswedan, dan tokoh-tokoh pemuda terkemuka lainnya di sepanjang zaman Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar